LEMBAR
PERSETUJUAN
SEBAB TIMBULNYA
GELOMBANG TSUNAMI
YANG MENDERA MASYARAKAT ACEH
Diajukan Oleh :
NUR
AFIFAH
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh :
Kepala Sekolah Guru
Pembimbing
Drs. Abd. Wahid Efendi, M.Ag. Zuwandi, S.Kom.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis agar dapat
menyelesaikan paper yang berjudul “SEBAB TIMBULNYA GELOMBANG TSUNAMI YANG
MENDERA MASYARAKAT ACEH”. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti UN (Ujian
Nasional) di Madrasah Aliyah Manba’ul Hikam.
Saya sebagai penulis sangat menyadari bahwa dalam
menyelesaikan paper ini masih jauh dari kesempurnaan dan kekurangan karena
keterbatasan data dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dengan rendah hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari kalangan
pembimbing untuk kesempurnaan paper ini. Dan penulis juga tak lupa mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1.
Bapak Abdul Wahid Efendi, M.Ag.
selaku Kepala sekolah di Madrasah Aliyah Manba’ul Hikam.
2.
Bapak H. Ahmad Afiah Afriadi,
S.Pd.I. selaku Waka Kesiswaan yang memberikan motivasi agar penulis dapat
mencapai kesuksesan yang maksimal.
3.
Ibu Hj. Anik Zahrotin Ni’mah,
SE. selaku wali kelas IPS yang memberikan dorongan kepada kita semua.
4.
Bapak Zuwandi, S.Kom. selaku
guru pembimbing yang tak henti-hentinya memberikan bimbingan, kritik dan saran
yang bersifat membangun.
5.
Tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih untuk semua dewan guru yang ada di Manba’ul Hikam.
6.
Pada kedua orangtuaku ucapan
banyak terima kasih yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk segera
menyelesaikan paper ini.
7.
Kepada sahabat-sahabatku serta
teman IPA-IPS terima kasih atas persahabatannya.
Akhir kata, penulis mengharap paper yang sederhana ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
LEMBAR
PERSETUJUAN.................................................................................. ii
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 3
1.4. Metode ......................................................................................... 3
1.5. Sistematika Pembahasan............................................................... 3
BAB II : KAJIAN TEORI................................................................................. 5
2.1. Definisi Tsunami........................................................................... 5
2.2. Penyebab Gelombang Tsunami..................................................... 6
2.3. Potensi Tsunami di Indonesia....................................................... 9
2.4. Korban Jiwa................................................................................ 11
2.5. Dampak Tsunami di NTB........................................................... 13
BAB
III : PENYAJIAN DATA ....................................................................... 15
3.1. Penyajian Data dan Analisis....................................................... 15
3.2. Pemecahan Masalah.................................................................... 16
BAB IV : PENUTUP......................................................................................... 19
4.1. Kesimpulan dan Saran................................................................ 19
4.2. Penutup....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gempa bumi dan tsunami, 26 Desember 2004, yang menimpa Aceh dan telah
menyebabkan hampir 230.000 penduduk meninggal dunia dan 600.000 penduduk
kehilangan tempat tinggal. Sebanyak 1.644 kantor pemerintah, 270 pasar, 239
pertokoan hancur, 2.732 tempat peribadatan rusak, lebih dari 1.151 sekolah dan
pesantren, 33 rumah sakit dan rumah bersalin musnah, 58 Puskesmas dan
poliklinik ikut hancur. Diperkirakan 82% jalan dan 499 jembatan mengalami rusak
total, berikut 49 pelabuhan. Kerugian material yang diakibatkan bencana ini
ditaksir hampir ratusan trilyun rupiah. Banyak sarana-sarana transportasi,
komunikasi dan infrastruktur lainnya hancur ditelan gelombang air pasang ini.
Kota yang dulunya dipadati oleh rumah-rumah penduduk, bangunan batu, kini
hampir rata dengan tanah. Ratusan ribu nyawa melayang, dalam waktu sekejap
mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan dan dibiarkan membusuk tanpa ada
yang merawatnya. Bencana ini kini tidak saja dirasakan oleh mereka yang terkena
langsung, tetapi dirasakan oleh segenap masyarakat dunia.
Ketika tsunami melanda wilayah Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember
2004 lalu, lebih dari dua ratus ribu jiwa meninggal dunia dan dinyatakan
hilang. Namun di pulau Simeulue, salah satu daerah yang juga dilanda tsunami
dan berada dekat pusat gempa, jumlah korban yang jatuh relatif sedikit.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa korban meninggal dunia sebanyak 7 orang.
Suatu jumlah yang tidak signifikan dibandingkan dengan jumlah penduduk pulau
Simeulue yang pada saat itu sebanyak 78.128 jiwa (Juni 2005) yang sebagian
besar bermukim di wilayah pantai, sedikit jumlah korban meninggal akibat
tsunami di pulau Simeulue ditafsirkan karena beberapa hal yaitu :
a.
Sebagai kuasa Tuhan
b.
Adanya kearifan lokal, dan
c.
Topografi wilayah
Prinsip masyarakat Aceh dan Simeulue yang sangat agamis seringkali
mengkaitkan berbagai peristiwa di dunia ini dengan aspek ketuhanan, sehingga
peristiwa tsunami juga dianggap sebagai bagian dari cobaan terhadap keimanan
manusia. Alasan kedua, adanya suatu “kearifan” lokal dalam bentuk cerita turun
temurun tentang peristiwa tsunami yang pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Salah satu nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat
Simeulue adalah apabila terjadi suatu gempa kuat yang diiringi dengan surutnya
air laut, maka masyarakat harus naik ke wilayah yang lebih tinggi. Kondisi
topografi wilayah di sebagian besar permukiman di pulau Simeulue yang
berbukit-bukit juga memudahkan masyarakat untuk segera menyelamatkan diri.
Dari penjelasan di atas, maka penulis dapat menarik sebuah judul yaitu
“SEBAB TIMBULNYA GELOMBANG TSUNAMI YANG MENDERA MASYARAKAT ACEH” yang akan
dibahas lebih lanjut dalam paper ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas tentang “SEBAB
TIMBULNYA GELOMBANG TSUNAMI YANG MENDERA MASYARAKAT ACEH” maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
b.
Apa yang dimaksud tsunami ?
c.
Apa penyebab terjadinya tsunami ?
d.
Bagaimana sistem peringatan dini tsunami di Indonesia ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Dari penulisan paper di atas tujuan dan manfaat paper ini adalah :
a.
Sebagai syarat untuk mengikuti ujian Nasional
b.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud tsunami
c.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya tsunami
d.
Sistem peringatan dini saat terjadi tsunami
1.4 Metode Penelitian
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kepustakaan. Pemilihan
metode ini karena penelitian yang dilakukan ditujukan untuk mengidentifikasi sebab
timbulnya gelombang tsunami yang mendera masyarakat aceh mengacu pada
literatur, artikel-artikel dan sumber bacaan lain.
1.5 Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat bab. Pembagian
penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil
penelaahan terhadap permasalahan yang ada. Dan sistematika penulisan paper ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang bersangkutan dengan
gambaran umum mengenai sebab timbulnya gelombang tsunami yang mendera
masyarakat Aceh.
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai definisi gelombang tsunami,
penyebab, serta penyelamatan dini.
BAB III PENYAJIAN
DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
Dalam bab ini akan disajikan data-data hasil penelitian, di samping itu
juga analisis penyebab tsunami beserta permasalahannya.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini memuat pokok-pokok hasil pembahasan dari Bab II dan III.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Tsunami
Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu artinya pelabuhan
dan nami artinya gelombang laut. Secara harfiah berarti “ombak besar di
pelabuhan”, adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa
laut, gunung berapi meletus atau hantaman meteor di laut. Tenaga setiap tsunami
adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Dengan itu, apabila
gelombang menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya
menurun. Gelombang tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, hampir tidak dapat
dirasakan efeknya oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam,
tetapi meningkat ketinggian hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah
pantai. Tsunami dapat menyebabkan kerusakan erosi dan korban jiwa pada kawasan
pesisir pantai dan kepulauan. Sedangkan gelombang adalah getaran yang merambat.
Selain radiasi elektromagnetik dan mungkin radiasi gravitasional, yang bisa
berjalan lewat vakum, gelombang juga terdapat pada medium (yang karena
perubahan bentuk dapat menghasilkan gaya memulihkan lentur), dimana mereka
dapat berjalan dan dapat memindahkan energi dari satu tempat kepada lain tanpa
mengakibatkan partikel medium berpindah secara permanen, yaitu tidak ada
perpindahan secara massal, malahan setiap titik khusus berosilasi di sekitar
satu posisi tertentu. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak
apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban
jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin, lahan pertanian,
tanah dan air bersih.
1.
Thermonuclear Weapon yang mungkin disebarkan di palung
Sumatera
Danny Hilman,
peneliti LIPI Bandung, sebagai pakar gempa, bahwa gempa di Aceh
diakibatkan/disebabkan oleh berbagai sumber bukan hanya dari satu titik,
melainkan garis atau bidang yang mengarah ke utara hingga ke laut Andaman
sepanjang 1.000 km. Berdasarkan data GPS, pulau Simeulue yang terletak paling
dekat dengan sumber gempa terpindahkan sekitar 10 m secara lateral dan 2 m
vertikal. Secara rata-rata, Sumatera sendiri mempunyai pergerakan 3 cm/tahun.
Pak Danny juga menyebutkan ada kemungkinan perubahan di bawah permukaan
sumatera akibat gempa Aceh ini. Diusulkan agar dilakukan pemeriksaan
vulkanologi, terutama kandungan gas di setiap gunung api di Sumatera Utara dan
sekitarnya.
2.
H. Harni Arrasyid MK
Gempa
berkekuatan 8,9 SR dengan patahan sepanjang 200 km diiringi gelombang tsunami
raksasa yang menimpa Aceh, Sumatera Utara dan sejumlah negara di Asia Tenggara,
Asia Selatan dan Afrika Timur 26 Desember 2004 tidak diragukan lagi merupakan
bencana alam terdahsyat abad ini karena sangat eskalatif dan korban tewas
sangat besar.
2.2 Penyebab Gelombang Tsunami
Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah gempa
yang terjadi di dalam laut. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km, magnitudo
lebih besar dari 6,0 skala Richter, serta jenis penyesaran gempa tergolong,
sesar naik atau sesar turun.
Pasca bencana gempa dan gelombang tsunami di Nangroe Aceh Darussalam 26
Desember 2004, kata “tsunami” kini makin populer di Indonesia. Padahal sejak
1992 tsunami mulai dikenal masyarakat di negeri ini ketika terjadi bencana
tsunami di Flores pada 12 Desember. Meski mulai dikenali, namun belum dipahami
secara benar.
Menurut Dr. Nanang T. Puspito, dosen dan kepala laboratorium
seismo-tektonik di jurusan geofisika dan meteorologi Institut Teknologi
Bandung, dapat dimaklumi jika tsunami belum dipahami secara benar oleh
masyarakat awam, karena tsunami sering disalah-artikan sebagai gelombang
pasang. Padahal, sangat berbeda artinya. Ia menyebutkan gelombang pasang
terjadi karena adanya gaya tarik bulan terhadap bumi, sedangkan tsunami berasal
dari bahasa Jepang “tsu” dan “nami” yang arti harfiahnya adalah
gelombang di pelabuhan atau pantai yang terjadi karena adanya gangguan impulsif
pada ari laut akibat terjadi perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba.
Nanang menyebut penyebab tsunami dapat berasal dari tiga sumber, yaitu gempa, letusan gunung api dan longsoran
yang terjadi di dasar laut. Menurut dia, dari ketiga penyebab timbulnya tsunami
itu, gempa merupakan penyebab utama. Besar atau kecilnya gelombang tsunami
sangat ditentukan oleh karakteristik gempa yang menyebabkannya. Gempa-gempa
yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi di
dasar laut. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km. Magnitudo lebih besar dari
6,0 skala Richter, serta jenis penyesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar
turun. Gempa-gempa semacam itu biasanya terjadi pada zona subduksi, zona bukaan
dan zona besar.
Dikatakannya pula bahwa kecepatan penjalaran gelombang tsunami, berkisar
antara 50 km sampai 1.000 km per jam. Pada saat mendekati pantai, kecepatannya
semakin berkurang karena adanya gesekan dasar laut. Tetapi tinggi gelombang
tsunami justru akan bertambah besar pada saat mendekati pantai. Ia menyebutkan
gelombang tsunami mencapai ketinggian maksimum pada pantai berbentuk landai dan
berlekuk seperti teluk dan muara sungai. Pada pantai semacam ini, tinggi
gelombang tsunami dapat mencapai puluhan meter. Seperti gempa Flores tahun 1992
dengan magnitudo 6,8 SR secara teoritis akan menghasilkan gelombang tsunami
setinggi satu sampai dua meter di episentrum gempa. Namun, pada saat tiba di
pantai Flores, gelombang tsunami mencapai ketinggian maksimum sekitar 24 meter.
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar air, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, longsor maupun
meteor yang jatuh ke bumi. Namun 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah
laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus.
Misalnya ketika meletusnya gunung Krakatau, gerakan vertikal pada kerak bumi
dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba yang
mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini
mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana
gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam.
Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam
dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut
tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat
mencapai pantai, tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi
penumpukan massa air. Saat mencapai pantai, tsunami akan merayap masuk daratan,
jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan
bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa
bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup
ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan
gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan
tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya,
dasar laut naik turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang
berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau
meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar,
dapat terjadi mega tsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Syarat
terjadinya tsunami akibat gempa :
·
Gempa bumi yang berpusat di tengah-tengah laut dangkal (0 –
30 km)
·
Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 skala
Richter
·
Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
2.3 Potensi tsunami di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap tsunami, terutama
kepulauan yang berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng, antara lain barat
Sumatera, selatan Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Sulawesi dan Maluku serta
timur Kalimantan. Tsunami di Indonesia pada umumnya adalah tsunami lokal,
dimana waktu antara terjadinya gempa bumi dan datangnya gelombang tsunami
antara 20 s/d 30 menit.
Berdasarkan katalog gempa (1629 – 2002) di Indonesia pernah terjadi
tsunami sebanyak 109 kali, yakni 1 kali akibat longsoran (landslides), 9
kali akibat gunung berapi dan 98 kali akibat gempa bumi tektonik. Gempa yang menimbulkan
tsunami sebagian besar berupa gempa yang mempunyai mekanisme fokus dengan
komponen dip-slip, yang terbanyak
adalah tipe thrust (Flores, 1992) dan sebagian kecil tipe normal (Sumba,
1977). Gempa dengan mekanisme fokus strike slip kecil sekali kemungkinan
untuk menimbulkan tsunami.
Tanda-tanda
akan datangnya tsunami di daerah pinggir pantai adalah :
a.
Air laut yang surut secara tiba-tiba
b.
Bau asin yang sangat menyengat
c.
Dari kejauhan tampak gelombang putih/suara gemuruh yang
sangat keras.
Tsunami
terjadi jika :
a.
Gempa besar dengan kekuatan gempa > 6,5 SR
b.
Lokasi pusat gempa di laut
c.
Kedalaman dangkal < 40 km
d.
Terjadi deformasi vertikal dasar laut
Pembelajaran gempa dan tsunami 26 Desember 2004 memberikan pelajaran
penting, betapa waktu singkat antara gempa besar sebelum gelombang tsunami
datang. Sebagian masyarakat bertanya dengan polosnya mengapa tidak ada
peringatan sama sekali dari pihak berwenang. Terlepas dari pengetahuan mereka
bahwa gempa sampai hari ini belum ada ilmuwan yang mampu menentukan kapan suatu
gempa akan terjadi, namun demikian tsunami yang terjadi setelah gempa dapat
diprediksi sehingga pihak berwenang bisa memberi peringatan kepada
masyarakatnya. Kejadian kesalahan gempa pada 3 Juni 2007 merupakan pelajaran
yang berharga bagi kita semua.
2.3.1 Gempa berkekuatan 5,8 SR landa Aceh Singkil
Sebagian masyarakat di kota Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Nangroe Aceh
Darussalam, berhamburan keluar rumah akibat terkejut guncangan gempa bumi berkekuatan
5,8 pada skala Richter.
Kepala stasiun geofisika Mata Le, Banda Aceh, Syahran, menyebutkan gempa
yang terjadi sekitar pukul 21.51 WIB itu berada pada koordinat 2,24 Lintang
Utara (LU) – 97,88 Bujur Timur (BT). Lokasinya berada di desa Singkil Utara,
sekitar 10 km tenggara ibukota Kabupaten Aceh Singkil. Gempa yang berada di
kedalaman sekitar 62 km itu tidak dirasakan masyarakat di ibukota Banda Aceh
dan Aceh Besar. Gempa tercatat pada alat pencatat gempa Mata Le berlangsung
selama 6,5 menit. Salah seorang warga Singkil, Masyithoh, menyebutkan gempa
tersebut cukup mengejutkan masyarakat, karena fenomena alam itu terjadi
bersamaan dengan padamnya aliran listrik ke rumah-rumah penduduk. Sebagian
warga berhamburan keluar rumah dalam kegelapan malam karena panik merasakan
getaran gempa, namun suasana tenang kembali, setelah sebagian mereka melihat
permukaan air laut masih normal. “Warga panik karena masih trauma dengan
bencana tsunami yang melanda sebagian pesisir Aceh akhir tahun 2004”, katanya.
Dari data yang diperoleh dari kantor stasiun geofisika Mata Le, diketahui
bahwa gempa susulan yang mengguncangkan wilayah Singkil itu merupakan gempa
kuat ketiga di Aceh. Setelah pada 21 Juli lalu berkekuatan 5,0 SR mengguncang
Takengon, ibukota Kabupaten Aceh Tengah, sedangkan pada 13 Juli 2007, gempa
susulan juga menggucangkan wilayah pantai barat selatan Aceh. Gempa berkekuatan
4,8 SR itu berada di kedalaman 33 km, namun pusatnya sekitar 109 km sebelah
barat daya kota Banda Aceh.
2.4 Korban Jiwa
Di Indonesia, gempa bumi mengakibatkan tsunami (gelombang pasang) yang
menelan sangat banyak korban jiwa. Dipastikan lebih dari 150.000 jiwa tewas,
puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di
ujung Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena
tsunami, tetapi kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam
pantai barat Aceh dan Sumatera Utara. Foto dari kerusakan sulit diperoleh
karena ada pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka yang mengakibatkan sedikitnya
jumlah reporter, pejabat pemerintah, dan tim penolong di sumatera Utara.
Pejabat pemerintah khawatir akan kurangnya laporan dari kota-kota di pantai
barat Sumatera, termasuk beberapa resort kecil. Kota-kota ini hanya berjarak
100 km dari episenter dan diperkirakan menerima kerusakan berat dan juga pulau
Simeulue dan pulau Nias.
Dirancang sebagai media informasi tentang musibah tsunami di Samudera
Hindia dahsyat tanggal 26 Desember 2004 lalu, khususnya yang terjadi di wilayah
Aceh, sebagai kawasan bencana yang paling parah dengan korban tewas paling
tinggi. Sekarang ini siapa saja yang datang di provinsi Aceh terutama ke
Kotamadya Banda Aceh, kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Barat
Daya, Pidie, Lhokseumawe dan kabupaten Aceh Utara dengan tujuan apa saja
termasuk tsunami tour, tidak terlalu perlu harus banyak orang bercerita
bagaimana saat gempa mengguncang atau dari mana tsunami datang, karena mereka
masih bisa melihat sendiri kerusakan semua sendi kehidupan yang ditimbulkan
kedua bencana alam tersebut.
Kecuali itu, sekarang ini hanya yang tidak terlihat lagi dengan mata
kepala adalah korban yang hilang dan meninggal dunia karena yang meninggal dan
ditemukan mayatnya sudah dikebumikan dalam berbagai kuburan massal. Data akhir
yang diterima Suara Karya pada sekretariat Pemda Provinsi Aceh, 30 Juli 2005
menyebutkan lebih dari 234.271 penduduk Aceh tewas serta 165.729 orang hilang
dan 150.000 rumah mereka hancur total akibat diguncang gempa serta diterjang
tsunami pada Minggu, 26 Desember 2004 lalu. Sedangkan korban yang selamat namun
sudah kehilangan sanak saudara dan harta benda masih berada di barak-barang
pengungsi di seluruh Aceh. Belakangan dari 512.000 pengungsi itu hanya sebagian
kecil mereka yang nekat pulang kembali ke bekas lokasi rumahnya dengan cara
membuat pondok kecil atau tenda darurat. Tujuan mereka pulang juga beragam mulai dari tidak
sanggup lagi hidup di barak-barak pengungsi yang berderet-deret. Setiap barak
12 kamar berukuran satu kamar 4 x 5 m dengan ketentuan huni satu kamar satu
keluarga atau 5 orang. Juga supaya lahan bekas rumah mereka tidak hilang jejak
atau beralih tangan.
2.4.1 Masih banyak korban tsunami Aceh yang belum
ditemukan
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, masih banyak sekali
korban yang meninggal dunia akibat diterjang badai tsunami di Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) yang belum ditemukan. Para korban diduga masih banyak yang
tertimbun reruntuhan bangunan yang belum bisa diidentifikasi petugas di
lapangan, kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Kupang, Selasa (11/01).
Dia mengemukakan jumlah korban yang meninggal dunia diperkirakan mencapai 150
ribu orang, tetapi sebagiannya belum ditemukan karena tertimbun reruntuhan
bangunan.
Departemen Kesehatan, kata Menteri Supari, saat ini berkonsentrasi
menangani para korban yang menderita sakit, karena jumlahnya banyak sekali,
dengan membentuk posko-posko kesehatan. Selain membentuk posko-posko, juga
menyiapkan pencegahan guna mengantisipasi meledaknya suatu wabah. “Sampai saat
ini kita masih bersyukur karena wabah belum meledak, tetapi pasiennya banyak
sekali, sehingga ada yang dievakuasi ke Medan, sekarang ke Pekan Baru karena
Medan sudah penuh, kalau Pekan Baru penuh ke Batam,” katanya.
2.5 Dampak Tsunami Aceh di NTB
Salah satu desa dampingan P2KP yaitu Desa Lembar, Kecamatan Lembar
Kabupaten Lombok Barat, NTB pada 26 desember 2004 lalu terkena dampak tsunami
Aceh berupa gelombang air pasang setinggi 5 meter. Dalam peristiwa tersebut
tidak ada korban jiwa, namun sebanyak 20 rumah di pesisir pantai dan 9 bagan
nelayan hanyut. Dari musibah tersebut, Pemda Lombok Barat mengambil langkah
antisipasi dini dengan mengevakuasi sejumlah 1.045 jiwa penduduk atau sekitar
238 KK pada 27 Desember 2004 lalu.
Jumlah para pengungsi yang ditampung di gudang Dolog Pemda Lombok Barat
sebanyak 645 jiwa serta 403 jiwa ditampung di workshop PU provinsi NTM.
Masyarakat peduli sesama dan Pemda Lombok Barat menyalurkan bantuan pangan
berupa beras, mie instan, air mineral dan bahan pangan lainnya. Personil P2KP
juga menghimpun dana bantuan yang dikoordinir oleh team leader KMW 10 NTB,
Asfan Syufainal serta Korkot 1 kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat,
Hartatik. Dana tersebut telah disalurkan dalam bentuk bahan pangan berupa beras
20 kg, mie instan 10 dos dan sabun cuci 10 dos.
Pemetaan swadaya di desa tersebut telah dilakukan sebelum dampak tsunami
datang memporak-porandakan lingkungan perumahan dan pemukiman penduduk. Kini,
masalah yang paling prioritas adalah tidak terdapatnya jembatan penyeberangan
sepanjang 20 meter yang menghubungkan dusun Cemara dengan desa induknya.
Setelah musibah melanda, masyarakat dusun Cemara melalui tim PS telah
mengajukan permohonan (kepada fasilitator) agar pemetaan swadaya diulang
melalui rembuk masyarakat guna penetapan prioritas mendesak saat ini.
Gubernur NTB Lalu Serinata saat meninjau lokasi tersebut mengungkapkan
kesediaannya guna membiayai pembangunan jembatan penyeberangan tersebut.
Dukungan P2KP sebatas pada perbaikan lingkungan perumahan dan pemukiman yang
berupa MCK dan SPAL. Sebanyak 1.043 orang pengungsi pada 3 Januari 2005 lalu
telah dipulangkan di kampungnya di dusun Cemara, Desa Lembar oleh Pemda Lombok
Barat. Sedangkan untuk 2 orang penduduk yang masih sakit, tengah dirawat di RSU
Gerung Lombok Barat (Hartatik, Korkot 1 Lombok Barat dan kota Mataram)
(www.google.co.id).
BAB III
PENYAJIAN DATA, ANALISIS
DAN
PEMECAHAN MASALAH
3.1 Penyajian Data dan
Analisis
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii,
mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani
kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi
seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat
dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang
terkoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang
mengapung di laut (buoy) dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang
tidak dapat dilihat oleh pengamatan manusia pada laut dalam, sistem sederhana
yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya
tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an, kemudian sistem yang lebih
canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April
1946 dan 23 Mei 1960. Amerika Serikat membuat Pacific Tsunami Warning Center
pada tahun 1949 dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan
internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami (REST
Project) dipasang di pantai barat Amerika Serikat, Alaska dan Hawaii oleh
USGS, NOAA dan Pacific Northwest Seismograph Network serta oleh tiga jaringan
seismik Universitas. Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang
meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti.
Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami cepat
dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa
besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan perjalanannya dan
waktu sampai di pantai. Berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh
rendaman air yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor
alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya
corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll) perkiraan waktu
kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa
dimodelkan secara akurat.
3.2 Pemecahan Masalah
Dari penyajian data dan analisis di atas maka disimpulkan bahwa salahsatu
pemecahan masalah tsunami di Indonesia adalah diwujudkannya sistem peringatan
dini di Indonesia.
Saat ini Indonesia sedang melakukan pekerjaan pembangunan sistem
peringatan dini tsunami. Salah satu proyek yang dikerjakan adalah kerjasama
dengan negara Jerman. Proyek ini bernama GITEWS (Germany Indonesia Tsunami
Early Warning System). Ada 3 pilot area yang dipilih untuk pelaksanaan
proyek ini yaitu kota Padang, Jawa Tengah (Cilacap, Kebumen dan Bantul) serta
Bali (Kab. Badung). Pengembangan sistem peringatan dini tsunami ini melibatkan
banyak pihak dan instansi pemerintah. Sebagai koordinator dari pihak Indonesia
adalah kementerian Ristek (Riset dan Teknologi). Sedangkan instansi yang
ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan Info Gempa dan Peringatan
Tsunami adalah BMG (Badan Meterologi dan Geofisika). Tujuan utama pembangunan
sistem peringatan dini tsunami ini adalah untuk terciptanya sebuah sistem yang
dapat menginformasikan serta memperingatkan masyarakat luas apabila terjadi
suatu gempa yang berpotensi tsunami dalam waktu sesingkat-singkatnya agar
kerugian nyawa dan materi dapat dihindarkan semaksimal mungkin.
Cara kerja :
Sebuah sistem peringatan dini tsunami adalah merupakan rangkaian sistem
kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional,
nasional, daerah dan bermuara di masyarakat.
Apabila terjadi suatu gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat
seismograf (pencatat gempa). Di lautan, peralatan-peralatan elektronis juga
mencatat serta merekam data-data dasar serta permukaan laut. Data-data tersebut
kemudian dikirim melalui satelit ke kantor-kantor yang berwenang (untuk
Indonesia bernama BMG) selanjutnya BMG akan mengeluarkan info gempa yang
disampaikan melalui peralatan teknik secara simultan. Cara penyampaian info
gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, faksimile, telepon, email,
RANET (radio internet) FM RDS (radio yang mempunyai fasilitas RDS/radio data
system) dan melalui website BMG (www.bmg.go.id). Apabila gempa tersebut
telah memenuhi syarat atau kondisi terjadinya tsunami maka BMG akan mengeluarkan
peringatan awas tsunami. Artinya, gempa tersebut berpotensi untuk menimbulkan
tsunami. Untuk jenis peringatan ini maka pemerintah mengeluarkan isu evakuasi.
Untuk kategori awas tsunami ini, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk
membunyikan sirine yang berarti Lakukan evakuasi !
Peringatan awas tsunami ini juga akan secara otomatis ditampilkan melalui
mass media elektronik TV dan radio.
Pengalaman serta banyak kejadian di lapangan membuktikan bahwa meskipun
banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga
saat ini untuk sistem peringatan dini tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu,
kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan tsunami, diminta untuk selalu
siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini tsunami.
Alat lainnya, yang juga dikenal ampuh adalah radio komunikasi antar penduduk,
organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia).
Mengapa radio? Jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu,
tidak ada listrik, radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena
ukurannya kecil, dapat dibawa kemana-mana (mobile), radius komunikasinya
pun relatif cukup memadai.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan dan
Saran
Dari hasil pemaparan karya ilmiah ini dari awal
hingga akhir, sebagai uraian penutup kiranya penulis perlu memberikan beberapa
langkah kongkret yang dapat kita lakukan saat daerah kita dilanda tsunami.
Adapun langkah-langkah tersebut antara lain :
a. Saat
Tsunami Datang
1. Jangan panik
2. Jangan menjadikan
gelombang tsunami sebagai tontonan. Apabila gelombang tsunami dapat dilihat,
berarti kita berada di kawasan yang tidak aman.
3. Jika air laut surut dari
batas normal, tsunami mungkin terjadi.
4. Bergeraklah dengan cepat
ke tempat yang lebih tinggi, ajaklah keluarga dan orang di sekitar turut serta
tetaplah di tempat aman sampai air laut benar-benar surut. Jika Anda sedang
berada di pinggir laut atau dekat sungai, segera berlari sekuat-kuatnya ke
tempat yang lebih tinggi. Jika memungkinkan, berlarilah menuju bukit yang
terdekat.
5. Jika situasi memungkinkan,
pergilah ke tempat evakuasi yang sudah ditentukan.
6. Jika situasi tidak
memungkinkan untuk melakukan tindakan seperti di atas, carilah bangunan
bertingkat yang bertulang baja (ferroconcrete building), gunakan tangga
darurat untuk sampai ke lantai yang paling atas (sedikitnya sampai ke lantai
3).
7. Jika situasi memungkinkan,
pakai jaket hujan dan pastikan tangan Anda tidak membawa apa-apa.
b. Sesudah Tsunami
1.
Ketika kembali ke rumah, jangan lupa memeriksa kerabat satu persatu.
2.
Jangan memasuki wilayah yang rusak, kecuali setelah
dinyatakan aman.
3.
Hindari instalasi listrik.
4.
Datangi posko bencana untuk mendapatkan informasi. Jalinlah
komunikasi dan kerja sama dengan warga sekitar.
5.
Bersiaplah untuk kembali ke kehidupan yang normal.
4.2. Penutup
Penulis mengucapkan puji syukur
sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “SEBAB
TIMBULNYA GELOMBANG TSUNAMI YANG MENDERA MASYARAKAT ACEH”, sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Saya sebagai penulis sangat menyadari bahwa
dalam penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
baik dari segi penyajian data dan sebagainya. Oleh karenanya penulis masih
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan paper
ini.
Akhirnya hanya keridhoan Allah SWT yang penulis
dambakan, semoga rahmat dan hidayah-Nya senantiasa dilimpahkan kepada kita
semua. Semoga paper yang penulis sajikan ini memberikan manfaat buat semua
pembacanya. Amin ya robbal alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Moch.
Ma’ruf Tanudjaja. 1995. Ilmu Pengetahuan
Bumi dan Antariksa. Jakarta : Balai Pustaka.
Anonim.
1987. Atlas Geografi Indonesia dan Dunia.
Jakarta : Pustaka Ilmu.
http://www.google.com