-->
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki individu /
manusia dari lahir dan kehadirannya dalam kehidupan masyarakat. Sedang tujuan HAM diantaranya adalah menyamakan hak-hak manusia di depan hukum, melindungi harkat dan martabat manusia, melindungi kebebasan manusia
dalam beragama, berfikir, memiliki harta benda, berusaha dan memilih pekerjaan,
memilih tempat tinggal, serta mewujudkan
persamaan dan keadilan manusia
Istilah hak asasi
manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis
berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah
mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami
masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang
akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah
pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216.
Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh
tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta
dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai
hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi
sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang
dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak
asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah
kepada seluruh umat manusia. Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia
adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa
dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh
yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa
tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan
harta benda manusia.
Nabi saw telah menegaskan hak-hak
ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu
Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak
seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga."
Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahai
rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu
arak." (HR. Muslim). Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa
hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung
kepada penguasa dan undang-undangnya.
Tetapi semua harus mengacu pada
hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal
besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal
yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Islam Itu?
2. Apakah Hak Asasi Manusia?
3. Macam
HAM dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN HAM
A.
Apakah Islam Itu?
Apakah islam itu
sebenarnya? Kata Islam berasal dari bahasa arab , dari kata aslama, yuslimu
islaman yang berarti menyerah patuh (DR Zainuddin Nainggolan, 2000;9). Menurut
Nurcholish Madjid yang dikutip dari buku Junaidi Idrus (2004;87) Islam itu
adalah sikap pasrah kehadirat Tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok
semua agama yang benar. Inilah world view Al-Qur’an, bahwa semua agama yang
benar adalah Al-Islam, yakni sikap berserah diri kehadirat Tuhan. Dan bagi
orang yang pasrah kepada Tuhan adalah muslim.
Menurut Masdar F. Mas’udi (1993;29) klaim kepasrahan dalam pengertian Islam termaktub dalam tiga tataran. Pertama, Islam sebagai aqidah, yaitu sebagai komitmen nurani untuk pasrah kepada Tuhan. Kedua, Islam sebagai syari’ah, yakni ajaran mengenai bagaimana kepasrahan itu dipahami. Ketika, Islam sebagai akhlak, yakni suatu wujud perilaku manusia yang pasrah, baik dalam dimensi diri personalnya maupun dalam dimensi sosial kolektifnya. Berangkat dari pengertian diatas Islam adalah agama yang mengajarkan seseorang untuk menyerah pasrah kepada aturan Allah (Sunnatullah) baik tertulis maupun tidak tertulis. Dan orang yang menyerah pasrah kepada Tuhan dan hukum-Nya disebut seorang muslim.
Dalam Islam itu terdapat dua kelompok sumber ajaran Islam. Kelompok pertama disebut ajaran dasar (qat’I al-dalalah), yaitu Al-Qur’an dan Hadist sebagai dua pilar utama ajaran Islam. Al-Qur’an mengandung 6236 ayat dan dari ayat-ayat itu, menurut para ulama hanya 500 ayat yang mengandung ajaran mengenai dunia dan akhirat selebihnya merupakan bagian terbesar mengandung penjelasan tentang para nabi, rasul, kitab dan ajaran moral maupun sejarah ummat terdahulu. Kelompok kedua disebut ajaran bukan dasar (zhanni al-dalalah), yaitu ajaran yang merupakan produk ulama yang melakukan ijtihad dan muatan ajarannya bersifat relative, nisbi, bisa berubah dan tidak harus dipandang suci, sakral ataupun mengikat (Junaidi Idrus,2004;95).
B.
Apakah Hak Asasi Manusia?
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan
kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan
Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations
sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia.
John Locke menyatakan
bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
Ada tiga prinsip utama dalam
pandangan normatif hak asasi manusia, yaitu berlaku secara universal, bersifat
non-diskriminasi dan imparsial.
Prinsip keuniversalan ini
dimaksudkan agar gagasan dan norma-norma HAM telah diakui dan diharapkan dapat
diberlakukan secara universal atau internasional. Prinsip ini didasarkan atas
keyakinan bahwa umat manusia berada dimana-mana,disetiap bagian dunia baik di
pusat-pusat kota maupun di pelosok pelosok bumi yang terpencil. Berdasar hal
itu ham tidak bisa didasarkan secara partikular yang hanya diakui kedaerahahan
dan diakui secara local.
Prinsip kedua dalam norma HAM adalah sifatnya yang non-diskriminasi. Prinsip ini bersumber dari pandangan bahwa semua manusia setara (all human being are equal). Pandangan ini dipetik dari salah satu semboyan Revolusi Prancis, yakni persamaan (egalite). Setiap orang harus diperlakukan setara. Seseorang tidak boleh dibeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi latar belakang kebudayaan sosial dan tradisi setiap manusia diwilayahnya berbeda-beda. Hal ini tidak bisa dipandang sebagai suatu hal yang negatif, melainkan harus dipandang sebagai kekayaan umat manusia. Karena manusia berasal dari keanekaragaman warna kulit seperti kulit putih,hitam, kuning dan lainnya. Keanekaragam kebangsaan dan suku bangsa atau etnisitas. Kenekaragaman agama juga merupakan sesuatu hal yang mendapat tempat dalam sifat non-diskriminasi ini. Pembatasan sesorang dalam beragama merupakan sebuah pelanggaran HAM.
Prinsip ketiga ialah imparsialitas. Maksud dari prinsip ini penyelesaian sengketa tidak memihak pada suatu pihak atau golongan tertentu dalam masyarakat. Umat manusia mempunyai beragam latar belakang sosial aupun latar belakang kultur yang berbeda antara satu dengan yang lain hal ini meupakan sebuah keniscayaan. Prinsip imparsial ini diimaksudkan agar hukum tidak memihak pada suatu golongan. Prinsip ini juga dimaksudkan agar pengadilan sebuah kasus diselesaikan secara adil atau tidak meihak pada salah satu pihak. Pemihakan hanyalah pada norma-norma ham itu sendiri.
Terdapat dua garis besar pembagian hak asasi manusia yaitu Hak Negatif dan Hak Positif. Pembagian hak-hak ini berhubungan dengan dengan ukuran keterlibatan negara dalam pemenuhan hak asasi manusia. Pembagian ini tidak berdasarkan baik atau buruk dalam hak yang terkandung di dalamnya.
Mengenai Hak Negatif adalah hak meminimalkan peran campur tangan negara, maka semakin terpenuhi pula hak-hak sipil dan politik. Sebaliknya, bila negara terlalu banyak melakukan campur tangan, maka semakin terhambat pula pelaksanaan hak-hak sipil politik warganya. Peminimalisiran peran negara dalam pemenuhan hak-hak sipil dan politik karena hak-hak yang berkaitan dengan sipil dan politik adalah hak yang berkaitan dengan kebebasan. Karena sebagian besar kandungan hak-hak sipil politik adalah hak-hak atas kebebasan (rights to liberty).
Hak yang terkandung dalam hak sipil dan politik ada dua puluh dua hak. Pertama hak atas kehidupan, karena hidup seseorang harus dilindungi. Kedua hak untuk tidak disiksa dan diperlakukan secara keji. Karena setiap orang berhak untuk memperoleh perlakuan secara manusiawi dan tidak merendahkan martabat. Ketiga, hak untuk tidak dperbudak dan dipekerjakan secara paksa. Keempat, hak atas kebebasan dan keselamatan pribadi. Kelima, hak setiap orang yang ditahan untuk diperlakukan secara manusiawi. Keenam, hak setiap orang untuk tidak dipenjara akibat tidak mampu memenuhi kewajiban kontrak. Ketidakmampuan sesorang dalam memenuhi suatu perjanjian kontrak, tidak boleh dipenjara. Hanya boleh melalui hukum perdata hanya melalui penyitaan. Ketujuh, hak atas kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggal. Kedelapan hak setiap warga asing. Kesembilan, hak atas pengadilan yang berwenang, independen dan tidak memihak. Kesepuluh, hak atas perlindungan dari kesewenangan hukum pidana. Kesebelas, hak atas perlakuan yang sama didepan hukum. Keduabelas, hak atas urusan pribadi. Ketigabelas, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Keempatbelas, hak berpendapat dan berekspresi. Kelimabelas, hak atas kebeasan berkumpul. Keenambelas, hak atas kebebasan berserikat. Ketujuh belas, hak untuk menikah dan membentuk keluarga. Kedelapanbelas, hak anak atas perlindungan bagi perkembangannya. Kesembilanbelas, hak untuk berpartisipasi dalam politik. Keduapuluh, hak atas kedudukan dan perlindungan yang sama didepan hukum. Keduapuluhsatu, hak bagi golongan minoritas. Keduapuluhdua, larangan propaganda perang dan diskriminasi.
Selain hak hak sipil dan politik diatas hak asasi manusia juga mencakup hak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Hak ini termasuk dalam pembagan hak positif yang mengusahakan peran negara secara maksimal dalam pemenuhannya. Adanya hak ini dalam HAM universal adalah buah dari perdebatan blok sosialis eropa timur dengan blok liberal. Karena blok sosialis lebih berpegangan pada ekonomi sebagai dasar masyarakat. Kebijakan negara sosialis lebih menitikberatkan pada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti pendidikan gratis. Sedangkan masyarakat blok liberal lebih menekankan manusia sebagai individu yang bebas. Namun, akhirnya usulan dari blok sosialis diterima. Sehingga HAM universal menganjurkan melindungi dan memnuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya setiap warganya.
Pengakuan dan perlindungan universal atau jaminan normatif atas terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tercantum dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (international covenant on economic, social and culture rights). Ada sepuluh hak yang diakui dalam kovenan tersebut. Hak-hak tersebut dapat diuraikan sebaagai berikut.
Pertama, hak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Kedua, hak atas pekerjaan. Ketiga, hak atas upah yang layak, kondisi kerja yang aman dan sehat, peluang karir dan liburan. Keempat, hak berserikat dan mogok kerja bagi buruh. Kelima, hak atas jaminan sosial. Keenam, hak atas perlindungan keluarga termasuk ibu dan anak. Ketujuh, hak atas standar hidup yang layak, yakni sandang, pangan dan perumahan. Kedelapan, hak atas kesehatandan lingkungan yang sehat. Kesembilan, hak atas pendidikan. Kesepuluh, hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan.
Adakah HAM dalam Islam?
Pertanyaan adakah ham dalam Islam
harus dirunut secara sejarah dialektika HAM dalam Islam. Menurut Anas
Urbaningrum hak asasi manusia atau lebih dikenal manusia modern sebagai HAM,
telah lebih dahulu diwacanakan oleh Islam sejak empat belas abad silam. Hal ini
memberi kepastian bahwa pandangan Islam yang khas tentang HAM sebenarnya telah
hadir sebelum deklarasi universal HAM PBB pada 18 Shafar 1369 Hijriyah atau
bertepatan dengan 10 Desember 1948 Masehi (Anas, 2004;91). Secara internasional
umat Islam yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5
Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang HAM dari perspektif Islam.
Deklarasi yang juga dikenal sebagai “Deklarasi Kairo” mengandung prinsip dan
ketentuan tentang HAM berdasarkan syari’ah (Azra).
HAM dalam Islam telah
dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Ini
dibuktikan oleh adanya Piagam Madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat
Nabi Muhammad berhijrah ke kota Madinah. Dalam Dokumen Madinah atau Piagam
Madinah itu berisi antara lain pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di
kota Nabi itu, baik umat yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah
merupakan satu bangsa (Idris, 2004;102). Dari pengakuan terhadap semua pihak
untuk bekerja sama sebagai satu bangsa, didalam piagam itu terdapat pengakuan
mengenai HAM bagi masing-masing pihak yang bersepakat dalam piagam itu. Secara
langsung dapat kita lihat bahwa dalam piagam madinah itu HAM sudah mendapatkan
pengakuan oleh Islam Memang, terdapat prinsip-prinsip HAM yang universal; sama
dengan adanya perspektif Islam universal tentang HAM (huqul al-insan), yang
dalam banyak hal kompatibel dengan Deklarasi Universal HAM (DUHAM). Tetapi juga
harus diakui, terdapat upaya-upaya di kalangan sarjana Muslim dan negara Islam
di Timur Tengah untuk lebih mengkontekstualisasikan DUHAM dengan interpretasi
tertentu dalam Islam dan bahkan dengan lingkungan sosial dan budaya
masyarakat-masyarakat Muslim tertentu pula.
Islam sebagai agama universal membuka wacana signifikan bagi HAM. tema-tema HAM dalam Islam, sesungguhnya merupakan tema yang senantiasa muncul, terutama jika dikaitkan dengan sejarah panjang penegakan agama Islam. Menurut Syekh Syaukat Hussain yang diambil dari bukunya Anas Urbaningrum, HAM dikategotrikan dalam dua klasifikasi. Pertama, HAM yang didasarkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia. Dan kedua, HAM yang diserahkan kepada seseorang atau kelompok tertentu yang berbeda. Contohnya seperti hak-hak khusus bagi non-muslim, kaum wanita, buruh, anak-anak dan sebagainya, merupakan kategori yang kedua ini (Anas, 2004;92).
Berdasarkan temuan diatas akan kita coba mencari kesamaan atau kompatibilitas antara HAM yang terkandung dalam Islam. Akan kita coba membagi hak asasi manusia secara klasifikasi hak negatif dan hak positif. Dalam hal ini hak negatif yang dimaksud adalah hak yang memberian kebebasan kepada setiap individu dalam pemenuhannya.
Yang pertama adalah hak negatif yaitu memberikan kebebasan kepada manusia dalam pemenuhannya. Beberapa yang dapat kita ambil sebagai contoh yaitu:
1. Hak atas hidup, dan menghargai hidup
manusia. Islam menegaskan bahwa pembunuhan terhadap seorang manusia ibarat membunuh seluruh umat manusia.
Hak ini terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 63 yang berbunyi :
2. Hak untuk mendapat perlindungan dari
hukuman yang sewenarg wenang. yaitu dalam surat Al An’am : 164 dan surat Fathir
18 yang masing masing berbunyi :
3. Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi
terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan surat Al-Hujurat : 6 yang berbunyi
seperti ini:
4. Hak atas kebebasan beragama memilih
keyakinan berdasar hati nurani. Yang bisa kita lihat secara tersirat dalam
surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46 yang berbunyi:
5. Hak atas persamaan hak didepan hukum
secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat 1 dan 135 dan Al Hujurat
ayat13:
6. Hak dalam hal kebebasan berserikat
Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat 104-105 yang berbunyi:
7. Hak dalam memberikan suatu protes
terhadap pemerintahan yang zhalim dan bersifat tiran. Islam memberikan hak
untuk memprotes pemerintahan yang zhalim, secara tersirat dapat diambil dari
surat An-Nisa ayat 148, surat Al Maidah 78-79, surat Al A’raf ayat 165, Surat Ali
Imran ayat 110 yang masing masing berbunyi:
8. Hak mendapatkan kebutuhan dasar
hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 29, surat
Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:
9. hak mendapatkan pendidikan Islam
juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat Yunus ayat 101, surat
Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar ayat 9 yang
masing-masing berbunyi berbunyi:
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan
diatas dan pembahasan diatas dapat ditarik keimpulan berdasarkan beberapa
analisis. Dari analisis diatas antara HAM yang berkembang di dunia
internasional tidak bertentangan antara satu sama lain. Bahkan organisasi Islam
internasional yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5
Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi HAM.
Kemudian Islam mematahkan bahwa dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91).
Fakta ini mematahkan bahwa Islam
tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. Ini dibuktikan oleh adanya piagam
madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat Nabi Muhammad berhijrah ke
kota Madinah. Dalam dokumen madinah atau piagam madinah itu berisi antara lain
pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di kota Nabi itu, baik umat
yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah merupakan satu bangsa
(Idris, 2004;102). Dalam dokumen itu dapat disimpulkan bahwa HAM sudah pernah
ditegakkan oleh Islam Berdasar analisis diatas Islam mengandung pengaturan
mengenai HAM secara tersirat. Dapat kita bagi menjadi sembilan bagian hak asasi
manusia dalam islam yang pengaturannya secara tersirat.
0 komentar:
Posting Komentar
sukses selalu